Sumber Foto: YouTube Sekretariat Presiden Kamis, 7 Oktober 2021 . Bertempat di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (PUSDIKLATPASSUS)...

Sumber Foto: YouTube Sekretariat Presiden

Kamis, 7 Oktober 2021
. Bertempat di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (PUSDIKLATPASSUS) Batujajar, Bandung, Jawa Barat, ribuan orang dengan setelan Pakaian Dinas Lapangan (PDL) disertai atribut lengkap nampak siap berbaris rapi. Beberapa saat kemudian, nampak hadir Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan RI Letjen TNI (Purn.) H. Prabowo Subianto dengan didampingi oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Jenderal TNI Andika Perkasa (KSAD), Laksamana TNI Yudo Margono (KSAL), Marsekal TNI Fadjar Prasety0 (KSAU), serta Danjen Kopassus Mayjen TNI Moh. Hasan dan Danpusdiklatpassus Brigjen TNI Thevi Angadowa Zebua. 

"Dengan mengucap bismillahirahmanirahim, pada hari ini, Kamis tanggal 7 Oktober Tahun 2021, Pembentukan Komponen Cadangan Tahun 2021 secara resmi saya nyatakan ditetapkan."

Demikian ucap Presiden Joko Widodo dalam Upacara Penetapan Komponen Cadangan Tahun 2021 yang disiarkan langsung di Channel YouTube resmi Sekretariat Presiden.

Ya, orang-orang dengan setelan PDL lengkap yang berdiri di hadapan Presiden Jokowi tersebut adalah 3.103 warga sipil yang telah selesai menjalani pelatihan dan resmi ditetapkan oleh Presiden sebagai Komponen Cadangan Pertahanan Negara (KOMCAD) Tahun Anggaran 2021.

"Apa itu Komcad?"
"Kenapa dibentuk?"
"Apakah seperti wajib militer di Korea?"

Mungkin pertanyaan-pertanyaan itulah yang terbersit saat membaca berbagai pemberitaan tentang peristiwa tersebut. Pertanyaan itu pula yang kemudian mendorong saya untuk mencari tahu lebih jauh tentang "pasukan" yang baru dilantik tersebut. Sebelum saya lanjutkan, terlebih dahulu saya ingin memohon maaf kepada teman-teman pembaca sekalian bila tulisan ini dirasa terlambat di post. Hal ini semata-mata disebabkan oleh adanya satu dan lain hal yang membuat saya baru dapat menyelesaikan tulisan ini (baru sempat, hehe..)

Akan tetapi, terlepas dari segala keterlambatan dan keterbatasan yang ada, saya saya berharap agar sekiranya tulisan ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi praktis seputar KOMCAD yang baru dibentuk berdasarkan referensi yang telah saya kumpulkan dari berbagai sumber.

Sumber Foto: YouTube Sekretariat Presiden

Ide lama yang Baru Terealisasi

Ketika pertama kali membaca berita tentang Komcad, saya langsung teringat kepada usulan pelatihan semi-militer yang disebut sebagai pelatihan bela negara pada periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi. Ketika itu jabatan Menteri Pertahan RI masih diemban oleh Jenderal TNI (Purn.) Ryamizard Ryacudu. Saat itu, usulan bela negara sempat menjadi polemik karena dianggap hendak menghidupkan kembali militerisme di Indonesia. Ketika saya mencoba mencari kembali dari pemberitaan-pemberitaan media massa sebelumnya, rupanya usulan-usulan serupa telah ada jauh sebelumnya. Pada tahun 2013, sempat terjadi perdebatan ketika muncul usulan dari beberapa politisi tanah air untuk membuat aturan khusus mengenai wajib militer bagi masyarakat sipil, bahkan usulan tersebut rupanya telah masuk dalam Prolegnas sejak tahun 2006. Usulan-usulan tersebut ketika itu juga mengundang pro dan kontra hingga proses pembahasannya terus mengalami penundaan.

Seluruh usulan tersebut pada hakikatnya mengacu pada ketentuan dalam konstitusi kita (UUD NRI Tahun 1945) mengenai kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara (Pasal 27 Ayat 3), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30 Ayat 1), serta pelaksanaan usaha pertahanan & keamanan negara melalui Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (SISHANKAMRATA) sesuai dengan Pasal 30 Ayat (2).

Dasar hukum pembentukan Komcad sendiri rupanya telah disahkan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 24 Oktober 2019 lalu dan telah diundangkan sebagai UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (Lembaran Negara tahun 2019 Nomor 211) atau yang biasa disingkat sebagai UU PSDN. Sebagai pelaksanaan dari UU tersebut, pada 12 Januari 2021, pemerintah juga telah menetapkan PP Nomor 3 Tahun 2021 yang teknisnya kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pembentukan, Penetapan, dan Pembinaan Komponen Cadangan. Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, Komponen Cadangan (Komcad) adalah salah satu bentuk partisipasi warga negara dalam upaya pembelaan negara yang disiapkan untuk dikerahkan melalui Mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dalam menghadapi Ancaman militer dan Ancaman hibrida.

Para personel Komcad tersebut telah melalui berbagai tahapan, mulai dari tahap pendaftaran sejak tanggal 17 hingga 31 Mei 2021, tahap seleksi pada 1 hingga 17 Juni 2021, latihan dasar kemiliteran pada 21 Juni hingga 18 September 2021, sampai akhirnya ditetapkan sebagai personel Komcad pada tanggal 7 Oktober yang lalu.

Menhan RI periode 2014-2019, Jenderal TNI (Purn.) Dr (H.C). Ryamizard Ryacudu

Bukan Wajib Militer

Hal yang membedakan pembentukan dan pelatihan personel Komcad dengan usulan-usulan terdahulu yang menimbulkan polemik terletak pada sifatnya yang tidak wajib. Hal ini pula yang membedakannya dari aturan wajib militer di negara-negara lain. Berdasarkan pasal 28 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2019, ditegaskan bahwa Keikutsertaan Komcad bersifat sukarela. Tidak ada keharusan bagi setiap warga negara untuk mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan Komcad. Meskipun demikian, pendaftarannya terbuka bagi seluruh WNI yang memenuhi syarat (Pasal 33 ayat 2). Di antara persyaratan tersebut adalah batas usia minimal 18 tahun dan maksimal 35 tahun. Para pendaftar yang lolos seleksi dan ditetapkan memenuhi syarat akan mengikuti pelatihan dasar kemiliteran selama 3 bulan sebelum kemudian ditetapkan sebagai anggota Komcad. 

Para WNI yang telah resmi ditetapkan sebagai personel Komcad kemudian akan memasuki masa pengabdian yang berlangsung hingga yang bersangkutan berusia 48 tahun. Dalam kurun waktu tersebut, para personel Komcad akan kembali menjalani aktivitas normal sesuai profesinya masing-masing. Seluruh perlengakapan dan persenjataan yang diberikan wajib diserahkan kepada kesatuannya dan hanya boleh diambil saat ia mendapat panggilan untuk melaksanakan pelatihan rutin dalam rangka penyegaran atau dalam situasi darurat militer yang mewajibkannya turut serta membantu personel TNI-POLRI di masa genting saat adanya perintah mobilisasi oleh presiden dengan persetujuan DPR.

Hal yang menarik adalah setiap orang yang telah resmi ditetapkan menjadi personel Komcad akan mendapatkan pangkat sebagaimana tanda kepangkatan TNI. Pemberian pangkat tersebut disesuaikan dengan ijazah tingkat pendidikan peserta saat mendaftarkan diri sebagai anggota Komcad. Anggota  Komcad yang ketika mendaftar telah memiliki ijazah Diploma III, Diploma IV, dan Sarjana (S1) atau Sarjana Profesi akan diberikan pangkat Letnan Dua (Perwira); Anggota yang berijazah SMA/SLTA/sederajat akan diberikan pangkat Sersan Dua (Bintara); dan bagi personel Komcad yang berijazah SMP/SLTP/sederajat akan diberikan pangkat Prajurit Dua (Tamtama). Meski demikian, tanda kepangkatan tersebut hanya boleh digunakan saat masa pengabdian aktif, yakni saat latihan/pembinaan rutin atau saat mobilisasi.

Sumber Foto: YouTube Sekretariat Presiden

Kontroversi dan Penentangan

Meski tidak lagi mengusung konsep wajib militer yang menuntut keikutsertaan seluruh masyarakat yang sempat menjadi polemik, kebijakan pembentukan dan pelatihan Komcad rupanya masih mendapat beberapa kritik dan kontroversi, khususnya dari kalangan pegiat Hak Asasi Manusia. Hal ini disebabkan karena meskipun pendaftarannya bersifat sukarela, namun bila dalam prosesnya personel Komcad menolak untuk mengikuti pelatihan rutin atau menolak panggilan mobilisasi dapat dikenakan hukuman pidana (Pasal 77 Ayat (1) dan (2) UU PSDN). Ketentuan tersebut dianggap melanggar prinsip penolakan berdasarkan keyakinan (Conscientious Objection) karena mengancam setiap personel yang menolak untuk patuh dalam agenda Komcad dengan ancaman pidana. Hal lain yang juga menjadi kontroversi dan mengundang penolakan adalah ketentuan pasal 46 UU PSDN yang menyebut bahwa dalam masa aktif, terhadap personel Komcad akan diberlakukan Hukum Militer. Ketentuan tersebut dianggap beresiko, mengingat personel Komcad pada hakikatnya adalah warga sipil biasa dan bukan personel militer reguler. Selain itu, UU PSDN juga mengancam siapapun yang "menghalangi" seseorang untuk mengikuti pelatihan/ agenda Komcad. Sebagai contoh, dalam Pasal 78 disebutkan bahwa  setiap pemberi kerja dan/atau pengusaha atau lembaga pendidikan yang dengan sengaja menyebabkan putusnya hubungan kerja atau hubungan pendidikan bagi calon Komponen Cadangan selama melaksanakan pelatihan dasar kemiliteran dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. Artinya seorang pemberi kerja dilarang memutus hubungan kerja dengan pekerjanya yang mengikuti pelatihan Komcad, padahal bisa jadi ia dirugikan atas absennya pekerja tersebut dari kewajiban kerjanya selama 3 bulan mengikuti masa pelatihan.

Demikian penjelasan singkat mengenai gambaran umum kebijakan pembentukan Komponen Cadangan Pertahanan Negara (Komcad) Tahun Anggaran 2021 beserta kontroversi/penentangan yang menyertainya.

Referensi:

  • Simamora, Robby. 2014. Hak Menolak Wajib Militer: Catatan atas RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara (media.neliti.com).
  • Sucipto, Theofilus I. 2021. "Jokowi Lantik 3.103 Personel Komponen Cadangan 2021". (www.medcom.id).
  • Makki, Safir. 2021. "Komnas HAM Kritik Hukum Militer bagi Sipil Anggota Komcad TNI". (www.cnnindonesia.com).
  • CNN Indonesia. 2021. "Ancaman Penjara Anggota Komcad Poin Utama Gugatan ke MK". (www.cnnindonesia.com)
  • Sihaloho, Markus J. 2013. "Ketua MPR Dukung Wajib Militer". (www.beritasatu.com).
  • Channel YouTube resmi Sekretariat Presiden.